Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Dinamika dan Implikasi Demonstrasi 28 Agustus 2025 di Gedung DPR RI

Dinamika dan Implikasi Demonstrasi 28 Agustus 2025 di Gedung DPR RI rantis melindas ojol
Dinamika dan Implikasi Demonstrasi 28 Agustus 2025 di Gedung DPR RI rantis melindas ojol


Laporan ini menyajikan analisis komprehensif mengenai demonstrasi besar yang berlangsung di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 28 Agustus 2025. Aksi massa tersebut, yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, berujung pada kericuhan dan insiden tragis yang menewaskan seorang pengemudi ojek online (ojol). Melalui tinjauan mendalam, laporan ini mengidentifikasi bahwa peristiwa tersebut bukan hanya sebuah insiden terisolasi, melainkan sebuah cerminan dari ketegangan sosial-ekonomi yang mendalam dan pola respons negara yang berulang.

Analisis menunjukkan bahwa aksi 28 Agustus 2025 memiliki karakter yang berbeda dari gerakan protes sebelumnya, seperti #ReformasiDikorupsi 2019. Tuntutan utama bergeser dari isu-isu politik-yuridis ke masalah kesejahteraan buruh dan reformasi legislasi yang berpihak pada rakyat, seperti yang disuarakan melalui gerakan "HOSTUM" (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah). Kematian pengemudi ojol yang tidak terlibat langsung dalam protes menjadi katalisator yang mengubah narasi dari konflik politik menjadi tragedi kemanusiaan, yang pada akhirnya memicu respons akuntabilitas yang cepat dari pimpinan Polri. Temuan ini menyoroti pergeseran dinamika kekuatan sipil, di mana pihak-pihak non-politis juga memiliki peran signifikan dalam menuntut keadilan. Laporan ini juga mengidentifikasi tantangan dalam prosedur pengendalian massa dan perlunya evaluasi ulang terhadap penggunaan kekuatan aparat dalam konteks demokrasi.

Bab I: Kronologi dan Analisis Insiden Fatal 28 Agustus 2025

1.1 Perkembangan Aksi Massa di Depan Gedung DPR RI

Aksi massa pada 28 Agustus 2025 di depan Gedung DPR RI berlangsung dalam dua gelombang yang memiliki karakteristik berbeda. Gelombang pertama adalah unjuk rasa buruh yang terorganisir dan dipimpin oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.1 Massa buruh diperkirakan berjumlah 10.000 orang, datang dari berbagai kawasan di Jabodetabek.1 Mereka menjamin bahwa aksi yang mereka namai "Hostum" atau "Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah" akan berjalan damai dan tertib.1 Aksi ini dilaporkan berlangsung kondusif pada pagi hari sebelum akhirnya massa buruh membubarkan diri sekitar pukul 13.00 WIB.4

Setelah gelombang pertama selesai, giliran rombongan mahasiswa dan pelajar berdatangan ke area Gedung DPR pada pukul 14.00 WIB.5 Berbeda dengan aksi buruh, unjuk rasa oleh kelompok ini dengan cepat berujung pada kericuhan. Massa dilaporkan melemparkan botol plastik, batu, dan petasan ke dalam area Kompleks Parlemen.5 Bentrokan dengan aparat keamanan tidak terhindarkan, dan polisi memukul mundur massa menggunakan gas air mata serta semprotan air dari water cannon.6 Kerusuhan meluas hingga ke area Pejompongan.8 Pihak kepolisian kemudian menyatakan bahwa kericuhan tersebut dipicu oleh "penyusup" atau "pihak tak bertanggung jawab" yang masuk ke dalam barisan demonstran.4

Dinamika ini mencerminkan sebuah pola berulang dalam penanganan aksi massa di Indonesia, di mana seringkali ada upaya untuk memisahkan massa yang "damai" dari massa yang "anarkis." Klaim adanya penyusup atau pihak ketiga yang memprovokasi kericuhan berfungsi sebagai legitimasi bagi aparat untuk menggunakan tindakan represif. Hal ini juga berpotensi mengalihkan perhatian dari substansi tuntutan massa yang lebih fundamental.

1.2 Detik-detik Tragedi: Insiden Mobil Rantis Brimob dan Korbannya

Kericuhan yang terjadi pada 28 Agustus 2025 mencapai puncaknya dengan sebuah insiden tragis. Pada malam hari, sekitar pukul 18.30-19.00 WIB, sebuah mobil taktis Brimob (rantis) jenis Barakuda menabrak dan melindas seorang pengemudi ojek online di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat.8 Korban jiwa diidentifikasi sebagai Affan Kurniawan, yang meninggal dunia di tempat kejadian. Selain itu, seorang pengemudi ojol lain bernama Moh. Umar Amirudin juga terluka parah dan dilaporkan dalam kondisi kritis di rumah sakit.8

Sebuah video amatir yang beredar menunjukkan mobil taktis tersebut melaju kencang di tengah kerumunan massa.8 Kesaksian dari seorang saksi mata bernama Abdul (29) menyebutkan bahwa mobil rantis tersebut melaju secara "ugal-ugalan" dan secara agresif mencoba menabrak para demonstran yang ada di depannya.8 Tragisnya, korban Affan Kurniawan dilaporkan sedang dalam perjalanan mengantar pesanan saat ia terjebak di tengah lokasi kerusuhan.8

Peristiwa ini memiliki implikasi yang mendalam karena korban bukanlah seorang demonstran, melainkan warga sipil yang secara kebetulan berada di lokasi untuk bekerja. Kematiannya menggeser narasi publik dari konfrontasi antara aparat dan demonstran menjadi sebuah tragedi yang melibatkan publik yang tidak berpolitik secara langsung. Kondisi ini secara signifikan memicu kemarahan publik, khususnya dari komunitas pengemudi ojol yang sangat besar dan vokal.10 Tragedi ini menjadi faktor penentu yang mendesak respons cepat dan akuntabilitas dari pihak-pihak yang berwenang.

1.3 Respons dan Akuntabilitas Pasca-Insiden

Setelah insiden ini viral di media sosial, pimpinan Polri dan Brimob bergerak cepat untuk memberikan tanggapan. Kabbagrenmin Satbrimob Polda Metro Jaya Kompol Jemmy Yudanindra segera menyampaikan permohonan maaf dan menegaskan bahwa pihak Brimob bertanggung jawab penuh atas insiden tersebut.10 Pihaknya juga menjamin akan memproses personel yang terlibat.10

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga menyampaikan penyesalannya dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada korban, keluarga, dan seluruh komunitas ojol.10 Kapolri secara langsung memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk mengusut tuntas kasus ini.11 Tindak lanjut yang dilakukan termasuk pengamanan dan pemeriksaan terhadap tujuh anggota Brimob yang berada di dalam mobil rantis, yang identitasnya telah dikonfirmasi.11

Di samping itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri turut menyampaikan penyesalannya dan berjanji akan menanggung seluruh biaya rumah sakit serta kebutuhan keluarga korban di masa depan.11 Komunitas ojek online (ojol), yang diwakili oleh Koalisi Ojol Nasional, mengecam keras tindakan aparat dan menuntut agar kasus ini diusut tuntas.8 Perusahaan Gojek (bagian dari GoTo) juga memberikan dukungan dengan menanggung biaya pengurusan jenazah dan menyediakan santunan serta pendampingan psikososial bagi keluarga korban.17

Respons cepat dan transparan ini menunjukkan pengakuan dari institusi Polri bahwa insiden tersebut memiliki potensi merusak kredibilitas yang jauh lebih besar jika tidak ditangani dengan serius. Keterlibatan komunitas ojol sebagai pihak yang menuntut keadilan, di luar lingkaran aktivis politik, memberikan tekanan yang unik dan efektif.

Bab II: Latar Belakang, Tujuan, dan Tuntutan Aksi Massa

2.1 Akar Masalah dan Tujuan Gerakan

Demonstrasi pada 28 Agustus 2025 di Gedung DPR RI diinisiasi oleh isu-isu yang berfokus pada perbaikan kondisi sosial dan ekonomi buruh. Gerakan ini diberi nama "HOSTUM" (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah) 1, yang secara eksplisit mencerminkan tujuan utama mereka: menuntut keadilan dalam sistem kerja dan pengupahan. Tidak seperti aksi besar tahun 2019 yang didominasi oleh isu-isu politik dan hukum seperti revisi UU KPK, aksi kali ini secara fundamental berakar pada ketidakpuasan terhadap kebijakan ketenagakerjaan dan kesejahteraan rakyat.

Aksi massa ini menunjukkan bahwa gejolak politik yang terjadi saat ini merupakan manifestasi dari masalah struktural ekonomi. Kenaikan upah yang tidak sebanding dengan biaya hidup, praktik kerja yang tidak adil seperti outsourcing, dan beban pajak yang dianggap memberatkan, telah menjadi pendorong utama bagi gerakan protes ini. Tuntutan-tuntutan ini secara langsung memengaruhi kehidupan sehari-hari jutaan pekerja, membuat mereka lebih rentan untuk turun ke jalan dan menuntut perubahan.

2.2 Tinjauan Tuntutan: Dari Kesejahteraan hingga Reformasi Legislasi

Tuntutan yang disuarakan oleh massa buruh dan mahasiswa pada 28 Agustus 2025 bersifat kompleks dan berlapis. Tuntutan-tuntutan ini tidak hanya meminta pembatalan undang-undang yang merugikan, tetapi juga mendesak pengesahan legislasi yang dinilai pro-rakyat.

Berikut adalah tuntutan-tuntutan utama yang diidentifikasi:

  • Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah: Tuntutan inti dari gerakan HOSTUM.1 Massa buruh menolak praktik outsourcing untuk pekerjaan inti dan mendesak pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.18 Mereka juga menuntut kenaikan upah minimum nasional sebesar 8.5-10.5 persen untuk tahun 2026.18

  • Reformasi Pajak Perburuhan: Massa menuntut kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta per bulan, serta penghapusan pajak atas pesangon, Tunjangan Hari Raya (THR), dan Jaminan Hari Tua (JHT).1

  • Legislasi Pro-Pekerja: Mendesak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagakerjaan tanpa skema Omnibus Law, yang dianggap merugikan hak-hak buruh.3 Selain itu, mereka juga menuntut pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).3

  • Pengesahan RUU Perampasan Aset: Tuntutan ini menunjukkan adanya kesamaan agenda antara massa aksi dan pemerintah. Buruh dan mahasiswa mendesak pengesahan RUU ini sebagai langkah strategis untuk pemberantasan korupsi.3 Tuntutan ini diperkuat oleh fakta bahwa RUU tersebut telah mandek selama lebih dari satu dekade dan didukung oleh Presiden Prabowo Subianto.22

  • Revisi RUU Pemilu: Tuntutan ini bertujuan untuk memperbaiki sistem pemilu, dengan harapan menciptakan sistem yang lebih aspiratif dan terbuka.3 Tuntutan ini selaras dengan kekhawatiran yang diungkapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai kejenuhan pemilih dan terbatasnya waktu untuk memilih calon yang terlampau banyak.23

Kompleksitas tuntutan ini menunjukkan bahwa gerakan protes saat ini telah berkembang menjadi lebih dari sekadar oposisi buta. Mereka tidak hanya mengkritik, tetapi juga menawarkan solusi legislatif yang terperinci dan berupaya untuk mendorong agenda reformasi yang telah lama tertunda.

2.3 Komposisi Massa dan Elemen yang Terlibat

Massa yang berpartisipasi dalam demonstrasi 28 Agustus 2025 sangat beragam. Meskipun aksi utama dipimpin oleh elemen buruh dari KSPI dan Partai Buruh 1, aksi ini kemudian dilanjutkan oleh massa mahasiswa dan pelajar dari berbagai universitas di Jabodetabek.5 Terakhir, tragedi yang terjadi juga secara efektif menarik partisipasi dari komunitas ojol, yang kemudian menjadi kekuatan moral signifikan dalam menuntut akuntabilitas dari pihak berwenang.8 Konvergensi dari kelompok-kelompok yang berbeda ini—dari pekerja formal, mahasiswa, hingga pekerja informal—memberikan bobot politik yang lebih besar dan menunjukkan luasnya ketidakpuasan publik di berbagai lapisan masyarakat.

Bab III: Konteks Historis Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Sipil

3.1 Kilas Balik Gerakan #ReformasiDikorupsi September 2019

Untuk memahami konteks demonstrasi 28 Agustus 2025, penting untuk meninjau kembali aksi massa yang serupa di masa lalu. Gerakan #ReformasiDikorupsi pada September 2019 dipicu oleh pengesahan revisi Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pengajuan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang kontroversial.25 Aksi ini dikenal dengan "7 Tuntutan Rakyat Bergerak," yang menuntut pembatalan UU KPK, penundaan pembahasan RKUHP, dan penyelesaian isu-isu lingkungan serta hak asasi manusia.25

Aksi 2019 berlangsung dengan dinamika yang mirip, yaitu bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan yang menggunakan gas air mata serta water cannon.7 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kemudian menemukan dugaan pelanggaran prosedur Polri dalam penanganan demo tersebut, termasuk penggunaan kekerasan dan terbatasnya akses bantuan hukum bagi orang yang ditangkap.30

3.2 Pola Berulang dalam Gerakan Protes di Indonesia

Analisis komparatif antara aksi September 2019 dan Agustus 2025 menunjukkan adanya pola-pola yang berulang, terutama dalam respons negara terhadap protes. Pihak berwenang secara konsisten menggunakan narasi bahwa aksi massa ditunggangi atau disusupi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pada tahun 2019, Menkopolhukam Wiranto menyatakan bahwa demonstrasi ditunggangi oleh pihak yang ingin menggagalkan pelantikan anggota DPR dan Presiden.31 Pola yang sama terulang pada 2025, ketika polisi menyatakan ada "penyusup" yang memicu kericuhan.4

Pola berulang ini menunjukkan adanya kecenderungan untuk mendelegitimasi tuntutan substantif dari massa aksi dengan mengalihkan isu ke masalah keamanan. Respons ini mengabaikan substansi masalah yang memicu kemarahan publik, yang merupakan tantangan utama bagi pemerintah dan DPR.

Untuk lebih memperjelas, tabel berikut menyajikan perbandingan antara kedua peristiwa tersebut:

Aspek PerbandinganSeptember 2019Agustus 2025
Latar Belakang Pemicu Utama

Pengesahan Revisi UU KPK dan pengajuan RKUHP yang dinilai melemahkan pemberantasan korupsi dan demokrasi.25

Isu-isu kesejahteraan buruh (penghapusan outsourcing, kenaikan upah) dan legislasi pro-rakyat.1

Tuntutan Utama

Tujuh Tuntutan Rakyat Bergerak, fokus pada isu hukum, hak asasi manusia, dan lingkungan.25

Gerakan HOSTUM (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah) dan pengesahan RUU seperti RUU Perampasan Aset dan RUU PPRT.1

Komposisi Massa

Didominasi oleh mahasiswa dari berbagai universitas, serta melibatkan pelajar dan jurnalis.25

Dimulai oleh buruh (sekitar 10.000 orang), dilanjutkan oleh mahasiswa dan pelajar, serta didukung oleh komunitas ojol pasca-insiden.1

Pola Respons Aparat

Penggunaan water cannon dan gas air mata; adanya narasi bahwa aksi ditunggangi pihak lain.7

Penggunaan water cannon dan gas air mata; adanya narasi bahwa aksi disusupi; insiden fatal yang melibatkan rantis Brimob.4

Korban

Sejumlah mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-luka, dan beberapa korban jiwa.32

Korban jiwa dari kalangan sipil (pengemudi ojol) yang terlindas mobil rantis Brimob.8

Bab IV: Implikasi, Wawasan Multilayered, dan Proyeksi Kebijakan

4.1 Analisis Hukum dan Etika Insiden Kematian Ojol

Kematian pengemudi ojol dalam insiden 28 Agustus 2025 membuka perdebatan yang lebih dalam mengenai legalitas dan etika penggunaan kekuatan dalam pengendalian massa. Tindakan aparat yang mengoperasikan kendaraan taktis di tengah kerumunan sipil, bahkan dalam kondisi ricuh, memerlukan pertanggungjawaban yang tinggi. Penggunaan kendaraan militer dalam konteks sipil ini secara inheren berisiko dan harus diatur dengan protokol yang sangat ketat. Kesaksian saksi mata yang menyebutkan bahwa mobil rantis melaju "ugal-ugalan" 8 menempatkan insiden ini di ranah dugaan kelalaian atau bahkan tindakan kriminal, bukan sekadar kecelakaan.

Proses hukum yang transparan dan adil terhadap tujuh anggota Brimob yang terlibat 11 sangat krusial. Hal ini tidak hanya untuk memenuhi tuntutan keadilan bagi korban dan keluarganya, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan publik pada institusi Polri. Gagalnya proses ini akan menciptakan preseden bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan tidak akan dihukum, yang dapat mengancam keselamatan warga sipil dalam aksi-aksi serupa di masa depan.

4.2 Tantangan dalam Pengelolaan Aksi Demonstrasi

Peristiwa 28 Agustus 2025 menyoroti kesenjangan antara kesiapan pengamanan dan taktik pengendalian massa yang humanis. Meskipun pengerahan 4.531 personel gabungan dari TNI-Polri 6 menunjukkan tingkat keseriusan dalam mengamankan unjuk rasa, insiden fatal tetap terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kuantitas personel tidak secara otomatis menjamin keamanan.

Tantangan utama yang dihadapi aparat keamanan adalah bagaimana membedakan antara massa yang damai dan provokator tanpa menggunakan kekuatan yang tidak proporsional. Penggunaan kendaraan taktis seperti rantis secara agresif dan penembakan gas air mata di lingkungan yang padat penduduk 6 menunjukkan kegagalan dalam penerapan prosedur pengendalian massa yang lebih selektif dan meminimalisir risiko bagi masyarakat di luar lingkaran protes. Peristiwa ini menuntut evaluasi ulang yang mendalam terhadap doktrin keamanan, pelatihan personel, dan prosedur operasi standar untuk menghadapi demonstrasi yang berpotensi ricuh.

Bab V: Kesimpulan dan Rekomendasi Strategis

5.1 Rangkuman Temuan Kunci

Demonstrasi 28 Agustus 2025 adalah manifestasi dari ketidakpuasan masyarakat yang kompleks dan berlapis. Aksi ini memiliki karakteristik unik dibandingkan protes sebelumnya, dengan pergeseran fokus dari isu-isu politik ke isu-isu sosial dan ekonomi yang lebih fundamental. Dinamika "dua gelombang" yang melibatkan buruh dan mahasiswa menunjukkan adanya keragaman agenda, yang pada akhirnya disatukan oleh insiden fatal yang melibatkan pengemudi ojol. Kematian korban yang tidak berpolitik secara langsung ini menjadi katalisator bagi respons akuntabilitas yang cepat dari pimpinan Polri, menunjukkan bahwa tekanan dari kelompok non-tradisional dapat menjadi kekuatan yang signifikan dalam menuntut keadilan.

5.2 Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan analisis mendalam ini, beberapa rekomendasi strategis dapat diajukan untuk para pemangku kepentingan:

  • Untuk Pemerintah dan DPR RI:

    • Mendorong dialog publik yang lebih inklusif dan transparan dalam proses legislasi, terutama untuk RUU yang menuai kontroversi.3

    • Mengakui tuntutan-tuntutan dari masyarakat sipil (baik buruh, mahasiswa, maupun kelompok lainnya) sebagai masukan yang sah, bukan sekadar ancaman keamanan, dan menindaklanjuti tuntutan tersebut secara serius.

  • Untuk Institusi Polri:

    • Melakukan audit independen terhadap prosedur pengendalian massa, khususnya terkait penggunaan kendaraan taktis dan gas air mata di area sipil yang padat penduduk.7

    • Menjamin transparansi penuh dalam proses hukum terhadap anggota Brimob yang terlibat, sesuai dengan janji yang telah disampaikan, untuk memulihkan kepercayaan publik.11

  • Untuk Masyarakat Sipil dan Organisasi Massa:

    • Menguatkan koordinasi antar-elemen (buruh, mahasiswa, dan kelompok lainnya) untuk memastikan narasi dan tuntutan yang konsisten.5

    • Mengembangkan strategi aksi yang efektif dalam menyalurkan aspirasi tanpa memicu eskalasi yang membahayakan publik atau pihak-pihak yang tidak terlibat.

Post a Comment for "Dinamika dan Implikasi Demonstrasi 28 Agustus 2025 di Gedung DPR RI"