Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Sujud Terakhir di Bawah Beton: Mengungkap Rantai Kelalaian Fatal di Balik Tragedi Ponpes Al Khoziny

Tragedi di Waktu Asar: Laporan Investigatif Runtuhnya Bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny

Sujud Terakhir di Bawah Beton: Mengungkap Rantai Kelalaian Fatal di Balik Tragedi Ponpes Al Khoziny
Sujud Terakhir di Bawah Beton:
Mengungkap Rantai Kelalaian Fatal di Balik Tragedi Ponpes Al Khoziny



Pada hari Senin, 29 September 2025, sebuah tragedi mengguncang Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Sebuah bangunan musala tiga lantai yang sedang dalam tahap akhir pembangunan runtuh menimpa ratusan santri yang tengah menunaikan salat Asar berjemaah. Insiden ini mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dalam jumlah besar dan memicu operasi pencarian dan penyelamatan (SAR) skala besar yang berlangsung selama lebih dari sepekan.

Laporan investigatif ini menyajikan analisis mendalam mengenai peristiwa tersebut, mencakup kronologi kejadian, dampak kemanusiaan, analisis teknis kegagalan struktur, serta investigasi aspek hukum dan kelalaian sistemik. Temuan utama menunjukkan bahwa keruntuhan ini bukanlah kecelakaan tunggal yang tidak terduga, melainkan puncak dari serangkaian kegagalan yang saling terkait.

Penyebab teknis utama adalah kegagalan struktur menyeluruh yang dipicu oleh penambahan beban masif dari proses pengecoran beton di lantai atas. Para ahli mengidentifikasi beberapa faktor kontributif, termasuk kemungkinan pembebanan prematur pada beton yang belum cukup umur, kelemahan sistem penopang, serta potensi cacat desain fundamental yang tidak pernah terdeteksi karena ketiadaan pengawasan teknis yang layak.

Kegagalan teknis ini berakar pada kelalaian prosedural dan regulasi yang fatal. Investigasi mengonfirmasi bahwa pembangunan gedung tersebut dilakukan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang sah. Absennya perizinan ini menghilangkan mekanisme pengawasan krusial yang seharusnya memastikan keamanan desain dan konstruksi. Lebih jauh, keputusan untuk mengizinkan kegiatan peribadatan di lantai dasar sementara pekerjaan konstruksi berisiko tinggi berlangsung di atasnya merupakan sebuah kelalaian manajemen keselamatan yang berakibat fatal.

Tragedi ini menelan sedikitnya 52 korban jiwa dan menyebabkan 104 lainnya selamat dengan berbagai tingkat cedera dan trauma. Laporan ini menyimpulkan bahwa insiden Al Khoziny merupakan manifestasi tragis dari masalah yang lebih luas, yaitu lemahnya kepatuhan dan penegakan regulasi bangunan di lingkungan institusi pendidikan keagamaan. Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, diperlukan langkah-langkah tegas yang mencakup audit bangunan secara nasional, penegakan hukum tanpa kompromi terhadap pelanggaran perizinan, serta peningkatan kesadaran akan standar keselamatan konstruksi di kalangan pengelola institusi.


Bagian 1: Kronologi Keruntuhan dan Respons Darurat

Peristiwa runtuhnya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny bukanlah sebuah insiden yang terjadi dalam sekejap tanpa anteseden. Rangkaian peristiwa pada hari itu, mulai dari aktivitas konstruksi di pagi hari hingga respons darurat yang kompleks pasca-keruntuhan, membentuk sebuah kronologi yang krusial untuk memahami skala dan penyebab tragedi ini.

1.1 Senin, 29 September 2025: Detik-detik Menjelang Tragedi

Hari nahas tersebut diawali dengan aktivitas konstruksi yang signifikan di lokasi. Sejak pagi, para pekerja melaksanakan proses pengecoran beton untuk atap dek lantai tiga (disebut juga lantai empat) pada bangunan musala baru tersebut.1 Menurut keterangan pengasuh ponpes, KH Abdul Salam Mujib, proses pengecoran ini telah dimulai pada pagi hari dan diperkirakan selesai sekitar pukul 12:00 WIB.1 Aktivitas ini secara inheren menambah beban yang sangat besar dan dinamis pada struktur bangunan yang masih dalam tahap konstruksi.

Sekitar pukul 15:00 WIB, saat azan Asar berkumandang, ratusan santri berkumpul di lantai dasar gedung yang telah difungsikan sebagai musala untuk melaksanakan salat berjemaah.1 Tepat ketika jemaah berada di rakaat kedua, struktur bangunan tersebut runtuh secara katastrofik.3 Waktu kejadian ini menjadi faktor paling fatal yang menyebabkan tingginya jumlah korban, karena lebih dari 100 santri berada tepat di bawah struktur yang gagal berfungsi tersebut.6

Kesaksian dari para penyintas dan warga sekitar melukiskan gambaran kepanikan di detik-detik keruntuhan. Mereka melaporkan mendengar suara gemuruh yang dahsyat dan merasakan getaran kuat seolah-olah terjadi gempa bumi.8 Seorang warga yang tinggal hanya 50 meter dari lokasi kejadian melihat kepulan debu tebal membubung tinggi ke udara sesaat setelah mendengar suara ledakan tersebut.8 Beberapa santri yang selamat juga menyebutkan bahwa bangunan sempat terasa bergoyang sesaat sebelum akhirnya ambruk total.7

1.2 Respons Darurat: Jam-jam Pertama yang Kritis

Kekacauan segera terjadi setelah keruntuhan. Upaya penyelamatan pertama yang heroik dilakukan secara spontan oleh warga sekitar dan para santri yang berhasil selamat.8 Respons terorganisir pertama datang dari aparat desa setempat; Kepala Desa Buduran dilaporkan segera menggunakan kendaraan operasional desa untuk mengevakuasi korban luka-luka ke rumah sakit terdekat.8

Dalam waktu singkat, lokasi kejadian dipenuhi oleh tim tanggap darurat. Laporan pada malam hari menyebutkan sedikitnya 19 hingga 30 unit ambulans telah siaga di lokasi untuk mengevakuasi korban ke tiga rumah sakit rujukan: RSUD R.T. Notopuro, RS Delta Surya, dan RSI Siti Hajar.1 Alat-alat berat seperti ekskavator juga didatangkan, namun penggunaannya pada fase awal sangat dibatasi.1 Tim SAR menghadapi dilema klasik dalam operasi pencarian dan penyelamatan di reruntuhan bangunan: penggunaan alat berat dapat mempercepat pembersihan puing, namun getaran dan pergerakannya berisiko menyebabkan keruntuhan susulan yang dapat membahayakan korban yang mungkin masih hidup di bawah reruntuhan. Oleh karena itu, tim penyelamat memprioritaskan penggunaan peralatan ekstrikasi khusus yang minim getaran dan pengerjaan manual pada jam-jam pertama yang kritis.1

1.3 Operasi SAR Gabungan: Perjuangan Selama Sepekan

Operasi penyelamatan dengan cepat berkembang menjadi upaya multi-agensi yang terkoordinasi, dikenal sebagai Tim SAR Gabungan, yang melibatkan personel dari Basarnas, Kepolisian, TNI, dan berbagai organisasi relawan.11 Operasi ini berlangsung tanpa henti selama lebih dari satu minggu, dengan fokus utama mencari dan mengevakuasi korban yang terperangkap.4

Proses evakuasi berjalan lambat dan penuh tantangan. Sifat keruntuhan, yang kemudian diidentifikasi oleh para ahli sebagai pancake collapse (keruntuhan panekuk), menyebabkan lempengan-lempengan lantai beton bertumpuk satu sama lain, menyisakan sedikit sekali ruang kosong dan menjepit korban di antara material berat.13 Hal ini membuat proses evakuasi menjadi sangat sulit dan berbahaya bagi tim penyelamat. Kemajuan operasi diukur dari persentase puing yang berhasil dibersihkan, yang dilaporkan mencapai 60% pada 4 Oktober dan 75% pada 5 Oktober.14 Penggunaan alat berat secara masif baru dimulai setelah beberapa hari, ketika harapan untuk menemukan korban selamat semakin menipis dan fokus beralih ke evakuasi jenazah.4

Tabel 1: Rangkuman Kronologi Peristiwa dan Respons

Tanggal & WaktuPeristiwa KunciPihak Terlibat / Individu KunciSumber
29 Sep 2025 (Pagi-Siang)Proses pengecoran beton untuk atap dek lantai atas bangunan musala.Pekerja konstruksi, Pengelola Ponpes1
29 Sep 2025 (~15:00 WIB)Bangunan runtuh saat ratusan santri sedang salat Asar berjemaah di lantai dasar.Santri Ponpes Al Khoziny3
29 Sep 2025 (Sore)Respons darurat awal oleh warga dan aparat desa. Ambulans dan alat berat mulai tiba.Warga, Kepala Desa Buduran, Tim Medis8
29 Sep 2025 (Malam)Tim SAR Gabungan mengambil alih operasi. Evakuasi manual diprioritaskan.Basarnas, Polda Jatim, TNI17
30 Sep - 4 Okt 2025Operasi SAR berlangsung intensif. Korban selamat dan meninggal terus dievakuasi.Tim SAR Gabungan14
2 Okt 2025Penggunaan alat berat mulai diintensifkan setelah masa golden time berakhir.Tim SAR Gabungan, Menko PMK4
5 Okt 2025Pembersihan puing mencapai 75%. Jumlah korban meninggal terus bertambah signifikan.Tim SAR Gabungan, Basarnas11
6 Okt 2025Operasi memasuki hari kedelapan. Data korban meninggal mencapai lebih dari 50 orang.Tim SAR Gabungan, Tim DVI4

Bagian 2: Dampak Kemanusiaan: Data Korban dan Kisah di Balik Angka

Di balik data statistik dan analisis teknis, tragedi Al Khoziny adalah sebuah kisah duka kemanusiaan yang mendalam. Jumlah korban yang terus bertambah setiap harinya selama proses evakuasi menggambarkan betapa masifnya dampak dari keruntuhan tersebut. Bagian ini akan merinci data korban, proses identifikasi yang rumit, serta kisah-kisah para penyintas yang memberikan wajah pada angka-angka statistik.

2.1 Statistik Korban: Melacak Angka yang Terus Bertambah

Data jumlah korban yang dirilis ke publik bersifat dinamis dan seringkali berbeda antara satu laporan dengan laporan lainnya, terutama pada hari-hari awal pasca-kejadian. Hal ini merefleksikan kesulitan luar biasa yang dihadapi tim SAR dalam mengakses dan mengevakuasi korban dari tumpukan reruntuhan yang kompleks.

  • Laporan Awal (29-30 September): Informasi pertama yang beredar menyebutkan satu orang santri meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.3 Angka ini dengan cepat terbukti jauh di bawah kenyataan seiring berjalannya operasi evakuasi.

  • Perkembangan Operasi (Hingga 5 Oktober): Seiring dengan pembersihan puing, jumlah korban meninggal yang ditemukan meningkat secara drastis. Laporan pada 5 Oktober menunjukkan angka yang bervariasi, mulai dari 34 orang 14, 37 orang 22, 39 orang 11, hingga 45 orang meninggal dunia.19

  • Data Final (6 Oktober dan Seterusnya): Setelah operasi evakuasi berjalan lebih dari seminggu, angka korban mulai stabil. Sebagian besar laporan yang kredibel menyimpulkan jumlah korban meninggal dunia berada di angka 52 atau 53 orang.10

Satu data yang menunjukkan konsistensi luar biasa sejak awal adalah jumlah korban selamat, yang secara konsisten dilaporkan sebanyak 104 orang di berbagai media dari hari ke hari.4 Konsistensi angka ini mengindikasikan bahwa para penyintas kemungkinan besar adalah mereka yang berada di pinggir area keruntuhan dan berhasil menyelamatkan diri atau dievakuasi pada jam-jam pertama. Sebaliknya, angka korban meninggal yang terus meningkat merefleksikan proses penemuan jenazah yang sulit dari pusat reruntuhan, di mana peluang untuk selamat sangat kecil.

Selain jenazah utuh, tim SAR juga menemukan bagian tubuh (body parts), yang semakin mempersulit proses penghitungan dan identifikasi korban.4

2.2 Proses Identifikasi: Tugas Sulit Tim DVI

Seluruh jenazah dan bagian tubuh yang berhasil dievakuasi segera dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim di Surabaya untuk proses identifikasi oleh tim Disaster Victim Identification (DVI).20 Tim DVI mendirikan posko antemortem untuk mengumpulkan data dari keluarga korban (seperti rekam medis, foto, atau ciri-ciri khusus) dan posko postmortem untuk memeriksa jenazah.

Proses ini terbukti sangat menantang. Kondisi jenazah yang telah berada di bawah reruntuhan selama berhari-hari seringkali menyulitkan identifikasi visual. Kerusakan pada fitur-fitur biometrik seperti sidik jari menjadi salah satu kendala utama.16 Akibatnya, laju identifikasi lebih lambat dibandingkan laju penemuan jenazah. Sebagai contoh, pada 5 Oktober, dari 37 jenazah yang telah ditemukan, baru 8 yang berhasil diidentifikasi secara positif.23

Beberapa korban yang berhasil diidentifikasi antara lain adalah Maulana Affan Ibrahimafic (15 tahun), seorang santri asal Bangkalan, dan Muhammad Masudul Haq (14 tahun) dari Madura.8 Daftar korban yang teridentifikasi terus bertambah seiring dengan kerja keras tim DVI mencocokkan data antemortem dan postmortem.

2.3 Suara dari Reruntuhan: Kisah Para Korban Selamat

Di tengah duka, muncul kisah-kisah luar biasa tentang ketahanan dan keajaiban dari para santri yang selamat. Kesaksian mereka memberikan perspektif personal yang mendalam tentang kengerian yang mereka alami.

  • M. Ali Zainal Abidin (18) menceritakan bahwa ia merasakan kerikil-kerikil kecil mulai berjatuhan saat salat memasuki rakaat kedua. Ia berusaha tetap khusyuk, namun tak lama kemudian merasakan guncangan hebat sebelum akhirnya kehilangan kesadaran.5

  • NSR (16), seorang santri asal Malang, mengingat ada sebatang bambu yang jatuh dari atas saat rakaat ketiga, diikuti oleh guncangan seperti gempa. Posisinya yang berada di saf bagian tepi memungkinkannya untuk berlari menyelamatkan diri. Meskipun sempat terjebak selama beberapa menit, ia berhasil keluar dan bahkan menolong sepupunya yang terjebak di dekatnya.26

  • Riski Ramadhan (19) memberikan kesaksian unik karena ia berada di lantai atas saat kejadian, sedang bekerja meratakan adukan beton. Ia merasakan bangunan ambles dari bawah sebelum akhirnya ikut jatuh bersama reruntuhan.27 Kesaksiannya mengindikasikan bahwa kegagalan struktur kemungkinan besar dimulai dari kolom-kolom penyangga di lantai bawah.

  • Kisah-kisah keajaiban menjadi secercah harapan. Haical, seorang santri, ditemukan selamat setelah tiga hari tertimbun reruntuhan.9 Sementara itu,

    Al Fatih berhasil bertahan hidup selama 70 jam di bawah puing-puing dan saat diselamatkan menceritakan pengalaman seperti berada dalam mimpi.14

Kisah-kisah ini, di satu sisi, menyoroti trauma mendalam yang dialami para korban. Di sisi lain, mereka menjadi simbol kekuatan dan harapan di tengah salah satu tragedi bangunan paling mematikan di Indonesia.

Tabel 2: Data Korban Tragedi Ponpes Al Khoziny (Berdasarkan Laporan Terkonsolidasi)

KategoriJumlahKeteranganSumber
Korban Meninggal Dunia52-53 orangAngka final yang paling konsisten dilaporkan setelah operasi SAR berakhir. Termasuk penemuan bagian tubuh.10
Korban Selamat104 orangAngka yang konsisten dilaporkan sejak hari-hari awal. Sebagian besar mengalami luka ringan hingga berat.11
Total Korban Terdampak~156 orangJumlah total korban meninggal dan selamat yang berhasil dievakuasi dan didata.4
Korban TeridentifikasiBerkembangProses identifikasi oleh Tim DVI berlangsung bertahap. Hingga 5 Oktober, 8 dari 37 jenazah telah teridentifikasi.23

Bagian 3: Analisis Kegagalan Struktural: Investigasi Penyebab Teknis Keruntuhan

Pertanyaan fundamental "mengapa bisa terjadi?" menunjuk pada serangkaian kegagalan teknis dalam desain dan pelaksanaan konstruksi bangunan. Analisis dari para ahli teknik sipil dan temuan di lapangan secara konsisten mengarah pada kesimpulan bahwa keruntuhan ini adalah akibat dari kegagalan struktur yang masif dan dapat diprediksi, bukan sebuah kecelakaan yang kebetulan.

3.1 Pemicu Langsung: Pengecoran dan Beban Berlebih

Pemicu langsung yang diakui oleh hampir semua pihak adalah aktivitas pengecoran beton di lantai atas yang baru saja selesai beberapa jam sebelum keruntuhan.3 Beton basah memiliki berat jenis yang sangat tinggi, sekitar 2.400 kg/m³. Pengecoran sebuah pelat atap berukuran besar secara efektif menambahkan beban puluhan, bahkan ratusan, ton secara tiba-tiba ke seluruh struktur di bawahnya. Pengasuh ponpes sendiri, KH Abdul Salam Mujib, menyuarakan dugaan bahwa struktur bangunan tersebut kemungkinan tidak cukup kuat untuk menahan beban dari pengecoran tersebut, sebuah pengakuan penting dari pihak internal.7

3.2 Hipotesis Ahli: Rangkaian Kegagalan Konstruksi

Para ahli dari berbagai institusi, termasuk Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), telah memberikan analisis mendalam mengenai mekanisme kegagalan. Temuan mereka menunjukkan adanya beberapa faktor kritis yang saling berkontribusi.

  • Kegagalan Struktur Menyeluruh: Tim ahli dari ITS menyimpulkan bahwa keruntuhan yang terjadi bukanlah bersifat parsial atau lokal, melainkan sebuah kegagalan struktur yang menyeluruh (total structural failure).29 Ini berarti seluruh elemen penopang beban—termasuk kolom, balok, dan pelat lantai—gagal berfungsi secara bersamaan. Fenomena ini mengindikasikan adanya cacat desain yang fundamental atau kesalahan konstruksi sistemik, bukan sekadar kelemahan pada satu titik.25

  • Keruntuhan Tipe "Pancake Collapse": Mode keruntuhan diidentifikasi sebagai pancake collapse, di mana lantai-lantai bangunan jatuh secara vertikal dan bertumpuk seperti tumpukan panekuk.13 Jenis keruntuhan ini biasanya terjadi ketika kolom-kolom penyangga vertikal kehilangan kapasitas menahan beban secara serentak, menyebabkan setiap lantai jatuh menimpa lantai di bawahnya secara beruntun.

  • Kelemahan Fondasi dan Penambahan Lantai: Salah satu dugaan kuat adalah ketidakmampuan fondasi untuk menopang total beban bangunan. Ada indikasi bahwa bangunan baru ini mungkin didirikan di atas struktur lama atau dirancang untuk jumlah lantai yang lebih sedikit, kemudian diubah tanpa melakukan perkuatan fondasi yang memadai.13 Analisis rekaman video bahkan menunjukkan kemungkinan konstruksi baru dua lantai ditambahkan di atas konstruksi lama yang sudah ada.29

  • Kegagalan Sistem Penopang (Shoring System): Sebuah teori yang sangat masuk akal adalah kegagalan pada sistem perancah atau penopang sementara yang digunakan untuk menahan cetakan dan beton basah saat pengecoran. Jika sistem penopang ini tidak dirancang dengan benar untuk menahan beban masif dari beton basah, satu titik kritis yang patah dapat memicu efek domino, menyebabkan seluruh sistem penopang runtuh dan menimpakan beban beton basah ke lantai di bawahnya.13

  • Pembebanan Prematur pada Beton Belum Cukup Umur: Seorang Guru Besar Teknik Sipil dari UMS menyoroti prinsip krusial dalam konstruksi beton: beton memerlukan waktu untuk mencapai kekuatan desainnya, sebuah proses yang disebut kurasi. Idealnya, bekisting atau cetakan baru boleh dilepas setelah 21 hari, dan kekuatan penuh dicapai setelah 28 hari.32 Bangunan Ponpes Al Khoziny dibangun secara bertahap.33 Sangat mungkin pengecoran lantai atas dilakukan di atas pelat lantai di bawahnya yang usianya belum cukup matang dan belum memiliki kekuatan untuk menahan beban baru yang begitu besar. Praktik ini, yang dikenal sebagai pembebanan prematur (

    premature loading), adalah penyebab umum kegagalan konstruksi.33

  • Kualitas Material dan Pelaksanaan yang Buruk: Selain kesalahan desain dan prosedur, kualitas material dan pengerjaan di lapangan juga menjadi sorotan. Penggunaan material yang tidak sesuai standar atau kesalahan dalam proses pencampuran dan penuangan beton dapat menyebabkan mutu beton jauh di bawah spesifikasi yang seharusnya, membuatnya rentan terhadap kegagalan prematur.13 Keterlibatan para santri dalam proses pengerjaan, seperti yang diakui oleh salah satu korban, menimbulkan pertanyaan mengenai tingkat pengawasan profesional dan kepatuhan terhadap standar teknis di lapangan.27

Kombinasi dari faktor-faktor ini menciptakan sebuah kondisi yang sangat rawan. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar rekayasa sipil dan keselamatan konstruksi menjadikan keruntuhan ini bukan lagi sebuah kemungkinan, melainkan sebuah keniscayaan yang hanya menunggu waktu.

Tabel 3: Rangkuman Hipotesis Ahli Mengenai Penyebab Kegagalan Struktur

HipotesisDeskripsi MekanismeBukti Pendukung / IndikasiSumber
Beban Berlebih Akibat PengecoranBerat beton basah yang masif melebihi kapasitas dukung struktur di bawahnya, memicu keruntuhan.Kejadian terjadi beberapa jam setelah pengecoran selesai; pengakuan dari pengasuh ponpes.3
Kegagalan Struktur MenyeluruhSeluruh elemen (kolom, balok, pelat) gagal serentak, bukan kegagalan lokal. Menunjukkan cacat desain fundamental.Analisis dari ahli ITS; sifat keruntuhan yang total dan tiba-tiba.25
Pembebanan PrematurBeban dari pengecoran baru diberikan pada struktur beton di bawahnya yang belum mencapai umur/kekuatan yang cukup.Pembangunan dilakukan bertahap; analisis ahli UMS mengenai waktu kurasi beton.32
Kelemahan FondasiFondasi tidak dirancang untuk menopang bangunan tiga/empat lantai, kemungkinan karena ada penambahan lantai dari rencana awal.Dugaan dari BNPB; indikasi bangunan baru di atas struktur lama.29
Kegagalan Sistem PenopangPerancah/penopang sementara yang menahan beton basah patah, memicu efek domino keruntuhan.Analisis umum kegagalan konstruksi saat pengecoran.13
Kualitas Material/Pengerjaan BurukPenggunaan material di bawah standar atau metode pelaksanaan yang salah mengurangi kekuatan aktual struktur.Keterlibatan tenaga non-profesional; analisis umum dari ahli.13

Bagian 4: Kelalaian Sistemik: Penyelidikan Aspek Hukum dan Perizinan

Di luar analisis teknis, tragedi Al Khoziny membuka tabir masalah yang lebih dalam dan bersifat sistemik: kelalaian dalam pengawasan dan kepatuhan terhadap regulasi. Investigasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan temuan mengenai status perizinan bangunan mengarah pada kesimpulan bahwa keruntuhan ini sangat terkait dengan faktor kelalaian manusia dan institusional.

4.1 Penyelidikan oleh Polda Jatim

Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) dengan cepat menegaskan bahwa mereka akan melakukan penyelidikan mendalam terkait dugaan kelalaian (kelalaian) yang menyebabkan insiden ini.34 Namun, sesuai prosedur dalam penanganan bencana, prioritas utama pada fase awal adalah operasi penyelamatan dan evakuasi korban.17 Kapolda Jatim, Irjen Pol Nanang Avianto, menyatakan bahwa langkah hukum akan dijalankan secara penuh setelah proses evakuasi rampung.34

Penyelidikan ini secara resmi ditujukan pada "dugaan tindak pidana menghilangkan nyawa orang dan kegagalan bangunan gedung".34 Sebagai bagian dari proses ini, polisi mulai memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan sejak 3 Oktober 2025. Salah satu saksi yang identitasnya terungkap ke publik adalah seorang santri bernama Shaka Nabil Ichsani.36 Pemanggilan saksi dari kalangan santri mengindikasikan upaya penyidik untuk merekonstruksi kronologi kejadian dari sudut pandang orang dalam dan memahami bagaimana proses pembangunan serta pengambilan keputusan berlangsung di lingkungan ponpes. Selain itu, tim penyidik juga telah mengamankan barang bukti berupa material dari reruntuhan untuk dianalisis lebih lanjut oleh ahli konstruksi dan forensik.37

4.2 Pelanggaran Fatal: Absennya Izin Mendirikan Bangunan (IMB/PBG)

Fakta paling memberatkan yang terungkap dalam kasus ini adalah bahwa bangunan musala yang runtuh tersebut tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau nomenklatur penggantinya, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).38 Hal ini dikonfirmasi secara langsung oleh Bupati Sidoarjo, Subandi, yang menyatakan bahwa setelah ia memeriksa status perizinan, ternyata izin tersebut tidak ada.40

Absennya IMB/PBG bukanlah sekadar pelanggaran administratif. Proses perizinan ini merupakan garda terdepan dalam sistem keselamatan bangunan. Melalui proses ini, pemerintah daerah melalui dinas terkait seharusnya melakukan verifikasi terhadap desain arsitektur dan, yang terpenting, perhitungan struktur yang dibuat oleh konsultan perencana. Verifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa desain bangunan telah memenuhi semua standar teknis dan keamanan yang berlaku sebelum konstruksi boleh dimulai.

Dengan tidak mengurus IMB/PBG, pihak Ponpes Al Khoziny secara efektif telah melewati seluruh mekanisme pengawasan dan kontrol kualitas dari pemerintah. Tidak ada pihak independen yang memeriksa apakah desain strukturnya memadai, apakah fondasinya cukup kuat, atau apakah metode konstruksinya aman. Kegagalan-kegagalan teknis yang diidentifikasi oleh para ahli di Bagian 3 adalah jenis-jenis kesalahan yang seharusnya dapat dideteksi dan dicegah selama proses peninjauan izin.

Lebih mengkhawatirkan lagi, Bupati Subandi mengungkapkan bahwa praktik membangun tanpa izin ini merupakan fenomena umum di kalangan pondok pesantren di wilayahnya, di mana banyak yang membangun terlebih dahulu baru mengurus izin di kemudian hari.38 Pernyataan ini diperkuat oleh Menteri Pekerjaan Umum yang menyebutkan bahwa secara nasional, baru sekitar 50 pondok pesantren yang telah mengantongi PBG.41 Hal ini menunjukkan adanya masalah sistemik yang lebih luas, di mana institusi-institusi tertentu mungkin merasa memiliki otonomi atau kekebalan dari regulasi umum yang berlaku, sebuah kultur yang pada akhirnya terbukti dapat berakibat fatal.


Bagian 5: Konteks dan Sejarah: Bangunan Baru di Institusi Berusia Seabad

Untuk menjawab pertanyaan mengenai usia bangunan, penting untuk membuat pemisahan yang jelas antara usia institusi Pondok Pesantren Al Khoziny dengan usia bangunan spesifik yang runtuh. Kegagalan membedakan keduanya dapat mengarah pada kesimpulan yang keliru mengenai penyebab tragedi.

5.1 Pondok Pesantren Al Khoziny: Sebuah Institusi Bersejarah

Pondok Pesantren Al Khoziny adalah salah satu lembaga pendidikan Islam tertua dan paling dihormati di Jawa Timur. Didirikan sekitar tahun 1915-1920 oleh KH Raden Khozin Khoiruddin, pesantren ini telah beroperasi selama lebih dari satu abad.10 Sejarah panjang ini memberikan Ponpes Al Khoziny status dan pengaruh sosial yang signifikan di Sidoarjo dan sekitarnya. Konteks historis ini penting untuk dipahami, karena reputasi dan kemandirian institusi yang telah mengakar kuat mungkin secara tidak langsung berkontribusi pada kurangnya pengawasan eksternal atau keengganan pihak berwenang untuk menerapkan regulasi secara ketat.

5.2 Bangunan Musala: Proyek Baru yang Fatal

Berlawanan dengan usia institusinya yang sudah seabad, bangunan yang runtuh adalah sebuah struktur yang sama sekali baru. Berdasarkan keterangan pengasuh ponpes dan laporan media, bangunan musala tiga lantai (atau empat lantai jika dek atap dihitung) ini sedang dalam proses pembangunan selama sembilan hingga sepuluh bulan terakhir sebelum insiden terjadi.1 Ini bukanlah kasus bangunan tua yang lapuk dimakan usia, melainkan kegagalan catastrofik pada sebuah proyek konstruksi modern yang belum sepenuhnya selesai.

Lebih lanjut, bangunan ini dioperasikan dalam kondisi yang sangat berisiko: lantai dasar sudah aktif digunakan sebagai musala untuk kegiatan ibadah sehari-hari, sementara lantai-lantai di atasnya masih merupakan zona konstruksi aktif.1 Praktik penggunaan ganda seperti ini—menggabungkan fungsi ruang publik yang padat dengan area konstruksi berisiko tinggi—merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip dasar keselamatan kerja dan manajemen proyek konstruksi.

Pemisahan fakta ini sangat krusial. Tragedi Al Khoziny bukanlah disebabkan oleh infrastruktur warisan yang usang, melainkan oleh proses modernisasi atau ekspansi fisik yang dijalankan dengan cara yang cacat secara fundamental, baik dari segi teknis rekayasa maupun manajemen keselamatan. Ini adalah kisah tentang sebuah institusi terhormat yang tersandung oleh proyek pembangunan baru yang gagal memenuhi standar keamanan paling dasar.


Bagian 6: Kesimpulan dan Rekomendasi

Tragedi runtuhnya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny pada 29 September 2025 adalah sebuah bencana yang dapat dan seharusnya dicegah. Analisis mendalam terhadap kronologi, dampak, penyebab teknis, dan aspek hukum menunjukkan bahwa insiden ini bukanlah sebuah takdir yang tak terelakkan, melainkan kulminasi dari serangkaian kegagalan yang sistemik dan berlapis.

6.1 Sintesis Temuan: Rantai Kegagalan yang Tak Terputus

Keruntuhan ini merupakan hasil dari sebuah rantai kegagalan yang saling terkait, di mana setiap mata rantai memperbesar risiko hingga mencapai titik bencana:

  1. Kegagalan Regulasi dan Pengawasan: Akar masalah yang paling fundamental adalah pelaksanaan proyek konstruksi tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Ketiadaan izin ini secara efektif melumpuhkan seluruh mekanisme pengawasan eksternal oleh pemerintah, memungkinkan sebuah proyek dengan potensi cacat desain dan metode yang tidak aman untuk berjalan tanpa deteksi.

  2. Kegagalan Desain dan Perencanaan: Bukti-bukti mengarah pada kemungkinan adanya cacat desain yang serius, seperti fondasi yang tidak memadai untuk menopang beban bangunan bertingkat, atau perhitungan struktur yang keliru. Tanpa adanya peninjauan oleh ahli independen yang diwajibkan dalam proses perizinan, kesalahan fatal ini tidak pernah terkoreksi.

  3. Kegagalan Prosedur dan Manajemen Keselamatan: Keputusan untuk mengizinkan ratusan santri beribadah secara rutin di lantai dasar sebuah gedung yang sedang dalam tahap konstruksi berisiko tinggi (pengecoran beton) merupakan kelalaian manajemen keselamatan yang fatal. Risiko runtuh paling tinggi justru terjadi pada saat area di bawahnya dipadati oleh manusia.

  4. Kegagalan Teknis Konstruksi: Puncak dari semua kegagalan sebelumnya adalah kegagalan fisik struktur itu sendiri. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor teknis, termasuk pembebanan prematur pada beton yang belum cukup umur, kegagalan sistem penopang, dan potensi penggunaan material atau metode pengerjaan di bawah standar.

6.2 Rekomendasi

Untuk memastikan tragedi serupa tidak terulang di masa depan, diperlukan tindakan korektif yang tegas dan komprehensif yang ditujukan kepada berbagai pemangku kepentingan.

Untuk Pemerintah dan Badan Regulator:

  • Audit Nasional Wajib: Melakukan audit teknis dan perizinan secara menyeluruh terhadap semua bangunan bertingkat di lingkungan institusi pendidikan (pesantren, sekolah, asrama) di seluruh Indonesia, dengan prioritas pada bangunan yang dibangun dalam 10-15 tahun terakhir.

  • Penegakan Hukum Tanpa Kompromi: Menerapkan sanksi hukum yang tegas, termasuk pidana, bagi pihak-pihak yang terbukti mendirikan bangunan publik tanpa PBG yang sah, terutama jika bangunan tersebut digunakan untuk menampung banyak orang. Tidak boleh ada kekebalan regulasi bagi institusi manapun.

  • Fasilitasi dan Edukasi Perizinan: Pemerintah, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Agama, perlu menyediakan program bantuan teknis dan menyederhanakan birokrasi (tanpa mengurangi standar keamanan) untuk membantu institusi pendidikan nirlaba dalam memenuhi persyaratan PBG.

Untuk Institusi Pendidikan (Pondok Pesantren, Sekolah, Yayasan):

  • Kepatuhan Mutlak pada Regulasi: Menjadikan pengurusan PBG sebagai langkah pertama yang tidak dapat ditawar sebelum memulai proyek konstruksi apapun.

  • Pelibatan Tenaga Profesional: Mewajibkan penggunaan konsultan perencana, pengawas, dan kontraktor yang bersertifikat dan memiliki rekam jejak yang terbukti untuk semua proyek pembangunan gedung bertingkat.

  • Kebijakan Keselamatan yang Ketat: Menerapkan kebijakan larangan mutlak untuk menggunakan bagian manapun dari sebuah gedung yang masih berada dalam status konstruksi aktif. Zona konstruksi harus steril dari aktivitas publik.

  • Peningkatan Kapasitas Pengelola: Menyelenggarakan pelatihan bagi pimpinan dan pengelola yayasan mengenai dasar-dasar manajemen proyek dan keselamatan konstruksi agar dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Untuk Masyarakat dan Asosiasi Profesi:

  • Pengawasan Publik: Mendorong masyarakat untuk lebih peduli dan proaktif dalam melaporkan kegiatan konstruksi bangunan publik yang mencurigakan atau tampak tidak aman kepada dinas terkait.

  • Peran Asosiasi Profesi: Asosiasi insinyur sipil, arsitek, dan kontraktor perlu lebih aktif dalam melakukan sosialisasi dan advokasi mengenai pentingnya standar konstruksi yang aman kepada masyarakat luas, khususnya kepada pengelola institusi sosial dan keagamaan.



#TragediAlKhoziny #PonpesAlKhoziny #SidoarjoBerduka #InvestigasiAlKhoziny #PrayForAlKhoziny
#KegagalanKonstruksi #BangunanAmbruk #KeselamatanBangunan #Kelalaian #BeritaDuka #Sidoarjo #JawaTimur

Post a Comment for "Sujud Terakhir di Bawah Beton: Mengungkap Rantai Kelalaian Fatal di Balik Tragedi Ponpes Al Khoziny"